Kamis, 26 Desember 2013

Kaibon, Bukti Cinta Pada Ibu Kerajaan Banten


Keraton Kaibon adalah nama sebuah keraton yang terletak di kampung Kroya, sebelah selatan sungai Cibanten, sebelum melewati sebuah jembatan jalan menuju ke kota Banten. Keraton Kaibon (Ka-ibu-an = tempat ibu) adalah bekas kediaman Sultan Syaifudin, salah seorang sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Banten pada tahun 1809. Sultan ini meninggal pada tahun 1915. Secara resmi keraton ini masih dipakai sampai dengan masa pemerintahan bupati Banten pertama yang mendapat restu Belanda, yakni Aria Adi Santika sebagai ganti pemerintahan kesultanan yang dihapuskan mulai tahun 1816
Keraton Kaibon


Bentuk arsitektur kraton Kaibon, jika dibandingkan dengan keraton Surosowan justru Kaibon nampaknya lebih archais. Hal ini dapat kita lihat dari bentuk arsitektur pintu-pintu gerbang dan tembok keraton. Jika diurut dari bagian depan, keraton ini mempunyai empat buah pintu gerbang yang berbentuk bentar. Pintu gerbang utama yang merupakan jalan masuk menuju bagian dalam keraton terletak di tengah-tengah dinding tembok halaman depan, juga berbentuk bentar.
Dalam konsepsi kuno tentang bangunan-bangunan sakral dan sekuler pada arsitektur Jawa, kita melihat adanya fungsi-fungsi arsitektur tertentu yang memberikan indikasi ciri-ciri sebuah bangunan keagamaan atau bangunan sekuler. Dilihat dari bentuk pintu gerbangnya maka Kaibon menunjukkan ciri-ciri sebuah keraton dengan gaya tradisional.
Hal ini dapat dilihat dari susunan pintu gerbang dan halamannya. Pintu gerbang pertama yang merupakan jalan masuk berbentuk bentar, menunjukkan bahwa halaman yang akan dilalui masih bersifat profan. Pada halaman kedua, jalan masuk ditandai dengan pintu gerbang berbentuk paduraksa. Bentuk paduraksa ini, dalam tradisi bangunan kuno, menunjukkan bahwa halaman yang akan dilalui telah mempunyai nilai sakral.
 Pada umumnya, letak sitinggil pada kraton tradisional di Jawa seperti keraton Kasepuhan, Kanoman, Demak, Panjang, Mataram terletak di halaman pertama bagian timur. Di Kaibon terlihat tata-letak yang berbeda. Justru bangunan yang seharusnya untuk sitinggil, di sini yang ada adalah bangunan sebuah masjid. Dengan demikian bangunan masjid pada keraton Kaibon diletakkan pada bagian utama keletakan keraton.
 Masjid Kaibon ini berbentuk persegi panjang dengan sebuah mihrab yang terletak pada dinding barat masjid tersebut berbentuk sebuah ceruk persegi panjang. Pada halaman kedua ini pun terdapat beberapa bangunan yang telah hancur dan yang sebagian hanya tersisa pondasi-pondasinya saja. Biasanya, dalam tradisi bangunan di Jawa, di halaman kedua setelah paduraksa terdapat bangunan tempat tinggal sultan beserta kerabatnya; demikian juga bangunan-bangunan seperti bangsal, srimanganti, dan sebagainya. Di beberapa bangunan ini, terlihat pada beberapa sudut dinding adanya lubang bekas penempatan balok-balok kayu. Hal ini mungkin merupakan sisa lantai bangunan yang terbuat dari papan kayu dari struktur bangunan yang lebih mutakhir.
 Di pintu gerbang sebelah barat menuju ke masjid keraton terdapat sebuah tembok besar yang terpayungi oleh pohon-pohon beringin yang tinggi. Pada tembok tersebut terdapat lima buah pintu yang dibuat dalam gaya Jawa atau Bali. Ukuran tembok itu panjang 80 meter dan tingginya 2 meter.
 Di sisi timur, dekat aliran sungai, masih ada lagi sebuah pintu masuk ke dalem dengan bentuk yang sama, pintunya berbentuk seperti busur panah, juga hal ini mengingatkan kita pada bentuk bangunan Eropa. Di dekat pintu sebelah timur terdapat puing-puing bekas bangunan rumah-rumah yang dibangun pada permulaan abad XVI (?). Di muka keraton Kaibon, dekat jalan raya, terdapat puing-puing dari sebuah pintu terbuat dari batu yang mana pintu tersebut berhubungan dengan keraton Kaibon dan dinamai Pintu Gapura.
@yuda_wiranata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar